Rasta, Bung Karno dan Semangat Dasa Sila Bandung

BANYAK  yang bertanya, dari mana asalnya bendera itu, perpaduan warna merah-kuning-hijau yang selalu dikibarkan dalam konser reggae di seantero Tanah Air. Itu bendera Ethiopia. Tapi masih banyak juga yang keliru mengira itu bendera Jamaika, tempat musik reggae lahir.
Lalu apapula Rasta, yang di sini di Jakarta dan beberapa kota di Indonesia berubah maknanya menjadi “persahabatan” atau bahkan menjadi nama lain dari ganja?
Terlalu banyak kelirumologi (pinjam istilah kelirumolog Jaya Suprana) dalam scene reggae di Tanah Air. Akibat tidak mengenali sejarah, akhirnya terjadi tuna acuan. Dalam buku Bob Marley: Rasta, Reggae, Revolusi dijelaskan dengan terang bahwa Rasta atawa Rastafari adalah gerakan religius paling terkenal di Karibia. Gerakan ini berpengaruh terhadap kebudayaan dan kemasyarakatan Karibia.
Nama Rastafari, yang berasal dari kata Ras, yang merupakan gelar yang diberikan kepada kalangan Ningrat laki-laki di Ethiopia; dan Tafari, nama sebelum penobatan dari Yang Mulia Kaisar Haile Selassie dari Ethiopia (1898-1975).
Sellasie naik tahta tahun 1930. Ia menjadi penengah berbagai perang saudara yang melanda Afrika. Ia membantu perdamaian Nigeria. Pidatonya di PBB tentang kolonialisme Eropa di Afrika sangat terkenal.
Kemelaratan dan penyisihan di dalam kota Kingston memberikan jalan di awal 1930an bagi gerakan kekuatan kulit hitam melalui gerakan “kembali ke Afrika” yang dipopulerkan Marcus Garvey. Tahun 20-an, Marcus Garvey aktivis politik gerakan Black Christian meramalkan akan muncul seorang mesiah dari Afrika. Garvey, kelahiran St Anne Bay Jamaica adalah pendiri Universal Negro Improvement Association–sebuah organisasi yang menyerukan kebangkitan Afrika. Ia memandang Afrika adalah tanah yang teraniaya dan melihat Yesus akan bangkit dari
kalangan hitam.
Yesus adalah Black man of sorows dan Maria adalah Black Madonna. Berpegang secara literal pada Masmur 68:32 …Ethiopia bersegera mengulurkan tangannya kepada Allah ia percaya Mesiah akan muncul dari Ethiopia.
Marley percaya Sellasie adalah Mesiah yang dinubuatkan Garvey.
Saat Sellassie mengunjungi Jamaica April 1966, Marley makin yakin bahwa Sellasie penjelmaan Kristus. Lagu-lagu Marley sesungguhnya banyak dirembesi sikap ini. Lagu terkenalnya Exodus misalnya merefleksikan Mazmur 137 yang berbicara tentang tanah yang dijanjikan: Zion, Yerusalem. Bagi Marley Yerusalem sekarang adalah Ethiopia . Dan Babilonia kini adalah metafor kolonialis .
“..And Babylon kingdom must fall.. for all the European propaganda…
Selassie sendiri sesungguhnya tak menginginkan adanya pengkultusan dirinya. Ia mengirim Bishop Abuna Yasehaq ke Jamaica untuk mendirikan gereja dan mewartakan bahwa Jesus yang harus tetap diimani bukan dirinya. Tapi Bob Marley yang dekat dengan Yasehaq tetap menolak masuk gereja.
Dan lagu-lagu Marley tetap membawa kabar Ethiopia sebagai tanah harapan. Simbol cinta Tuhan kepada mereka yang teraniaya. Amsal penebusan, penyelamatan dunia ketiga. Simak Redemption Song terkenal itu :
“..emancipate yourselves from mental slavery..
How long shall they kill our prophet, while we stand aside and look
? … .
Atau lagu Jammin..
We’re jammin, no bullet can stop us now, Yeh!
Holy Mount Ziion, Jah sit in Mount Zion.
And Rules all creation
..
Kaisar Ethiophia Haile Sellasie, pujaan Marley ini hadir dalam Konfrensi Asia Afrika di Bandung pada 18 April 1955. Pada kesempatan itu, Bung Karno berpidato:
” …Orang sering mengatakan kepada kita, bahwa ‘kolonialisme sudah mati’.
Jangan kita mau tertipu atau ternina-bobokan olehnya! Saya berkata kepada Tuan-tuan, kolonialisme belumlah mati. Bagaimana kita dapat mengatakan ia sudah mati, selama daerah-daerah yang luas di Asia dan Afrika belum lagi merdeka!”
Dalam pidatonya yang bertajuk “Vivere Pericoloso” pada 17 Agustus 1964, pidato yang keras menentang neo-kolonialisme (nekolim), dan mengobarkan solidaritas Asia dan Afrika Bung Karno menyebut-nyebut Sellasie .,”Demikianlah maka Kaisar Haile Selassie bahu membahu dengan Medibo Keita dan Ben Bella, dengan Sekou Toure’ dengan Nkrumah dengan Jomo Kenyata…”

Previous
Next Post »