 Lepas dari perawatan  rambut, secara  alami rambut akan menyatu bersama membentuk knot dan  kusut atau disebut  dreadlocks. Dreadlock merupakan fenomena universal.  Spiritualist dari  semua kepercayaan dengan latar belakangnya memasukan  kedalam jalur  ajarannya dengan tidak memperdulikan penampilan fisik dari  individu  penganut kepercayaan tersebut. Para pendatang terkadang tidak  menyisir  dan memotong rambutnya atau bahkan sebaliknya dengan menutup  rambutnya.  Disinilah bagaimana dreadlocks lahir.
Lepas dari perawatan  rambut, secara  alami rambut akan menyatu bersama membentuk knot dan  kusut atau disebut  dreadlocks. Dreadlock merupakan fenomena universal.  Spiritualist dari  semua kepercayaan dengan latar belakangnya memasukan  kedalam jalur  ajarannya dengan tidak memperdulikan penampilan fisik dari  individu  penganut kepercayaan tersebut. Para pendatang terkadang tidak  menyisir  dan memotong rambutnya atau bahkan sebaliknya dengan menutup  rambutnya.  Disinilah bagaimana dreadlocks lahir.Orang  Nazaret adalah masyarakat  yang paling mengerti dalam mengembangkan  dreadlocks. Di timur, Yogis,  Gyanis dan Tapasvis dari semua sekte  adalah pembawa dreadlocks yang  terkenal.
Dreadlocks  kemudian secara  universal merupakan simbol spiritual dengan pengertian  bahwa penampilan  fisik tidak penting. Dreadlocks tidak hanya sekedar  simbol pernyataan  yang tidak memperdulikan penampilan fisik individu.  Tradisi orang barat  dan timur percaya bahwa energi jasmani, mental dan  spiritual keluar  melalui bagian atas tubuh kita, melalui kepala dan  rambut; yang dapat  menjaga seseorang menjadi lebih kuat dan sehat.
Contoh  dari tradisi masyarakat  barat adalah cerita kitab suci “Samson” yang  tak terkalahkan, namun  ketika Delilah memotong “7 locks” dari  rambutnya, pada akhirnya Samson  dapat terkalahkan. Pada cerita India  klasik, para pelajar rohani  spiritual yang dengan kepercayaannya pada  kitab suci injil, mereka  menjadikan dreadlocks sebagai pemecah  kesombongan dari penampilan fisik  antar mereka dan menolong mereka  dalam perkembangan kekuatan jasmani,  mental dan spiritual.
Ketika  dunia masuk kedalam era  industri, dreadlocks sudah dapat dilihat  dimana-mana selain India . Pada  abad ke 20, pergerakan sosial-agama  bermulai di Harlem New York oleh  Marcus Garvey, menemukan antusiasisme  dreadlocks diantara populasi  masyarakat negro di Jamaica . Group ini  mengambil pengaruh dari 3 sumber  utama, yaitu: Perjanjian Lama dan Baru  dari Alkitab, Budaya Suku Afrika  dan Budaya Hindu yang dapat menembus  serangan budaya di Hindia barat.
Pengikut  dreadlocks menyebut diri  mereka “Dreads”, menandakan mereka mempunyai  dread, takut dan respek  kepada Tuhan. Dengan referensi yang berasal  dari agama Hindu dan  Kristen. Rambut “dread” yang tumbuh matted locks  (kusut dan terbentuk  knot) kemudian oleh masyarakat dunia disebut  “Dreadlocks” – model rambut  para dread.
Perkembangan  selanjutnya, para  dread lebih fokus kepada Kaisar Ethiopia Ras Tafari,  Haile Selassie dan  melalui dialah muncul penganut rastafari,  “Rastafarians” . Di awal  1900-an, dreadlocks diambil alih oleh penganut  rastafari sebagai  tambahan terhadap fungsi asli agama dan arti  pentingnya spiritual  sebagai simbol potensi sosial yang baik. Saat ini  dreadlocks merupakan  hal yang sungguh-sungguh spiritual, natural dan  supernatural power dan  sebagai pernyataan anti kekerasan, keselarasan,  kebersamaan dan dapat  saling bersosialisasi serta solidaritas antar  sesama tanpa menekan  minoritas.
Selain  Bob Marley dan Jamaika,  rambut gimbal atau lazim disebut “dreadlocks”  menjadi titik perhatian  dalam fenomena reggae. Saat ini dreadlock  selalu diidentikkan dengan  musik reggae, sehingga secara kaprah orang  menganggap bahwa para pemusik  reggae yang melahirkan gaya rambut  bersilang-belit (locks) itu. Padahal  jauh sebelum menjadi gaya , rambut  gimbal telah menyusuri sejarah  panjang.
Konon,  rambut gimbal sudah dikenal  sejak tahun 2500 SM. Sosok Tutankhamen,  seorang fir’aun dari masa Mesir  Kuno, digambarkan memelihara rambut  gimbal. Demikian juga Dewa Shiwa  dalam agama Hindu. Secara kultural,  sejak beratus tahun yang lalu banyak  suku asli di Afrika , Australia  dan New Guinea yang dikenal dengan  rambut gimbalnya. Di daerah Dieng,  Wonosobo hingga kini masih tersisa  adat memelihara rambut gimbal para  balita sebagai ungkapan spiritualitas  tradisional.
Membiarkan  rambut tumbuh memanjang  tanpa perawatan, sehingga akhirnya saling  membelit membentuk gimbal,  memang telah menjadi bagian praktek  gerakan-gerakan spiritualitas di  kebudayaan Barat maupun Timur. Kaum  Nazarit di Barat, dan para penganut  Yogi, Gyani dan Tapasvi dari segala  sekte di India, memiliki rambut  gimbal yang dimaksudkan sebagai  pengingkaran pada penampilan fisik yang  fana, menjadi bagian dari jalan  spiritual yang mereka tempuh. Selain itu  ada kepercayaan bahwa rambut  gimbal membantu meningkatkan daya tahan  tubuh, kekuatan  mental-spiritual dan supernatural. Keyakinan tersebut  dilatari  kepercayaan bahwa energi mental dan spiritual manusia keluar  melalui  ubun-ubun dan rambut, sehingga ketika rambut terkunci belitan  maka  energi itu akan tertahan dalam tubuh.
Seiring  dimulainya masa industrial  pada abad ke-19, rambut gimbal mulai sulit  diketemukan di daerah Barat.  Sampai ketika pada tahun 1914 Marcus  Garvey memperkenalkan gerakan  religi dan penyadaran identitas kulit  hitam lewat UNIA, aspek  spiritualitas rambut gimbal dalam agama Hindu  dan kaum tribal Afrika  diadopsi oleh pengikut gerakan ini. Mereka  menyebut diri sebagai kaum  “Dread” untuk menyatakan bahwa mereka  memiliki rasa gentar dan hormat  (dread) pada Tuhan. Rambut gimbal para  Dread iniah yang memunculkan  istilah dreadlocks—tatanan rambut para  Dread. Saat Rastafarianisme  menjadi religi yang dikukuhi kelompok ini  pada tahun 1930-an, dreadlocks  juga menjelma menjadi simbolisasi sosial  Rasta (pengikut ajaran  Rastafari).
Simbolisasi  ini kental terlihat  ketika pada tahun 1930-an Jamaika mengalami  gejolak sosial dan politik.  Kelompok Rasta merasa tidak puas dengan  kondisi sosial dan pemerintah  yang ada, lantas membentuk masyarakat  tersendiri yang tinggal di  tenda-tenda yang didirikan diantara semak  belukar. Mereka memiliki  tatanan nilai dan praktek keagamaan  tersendiri, termasuk memelihara  rambut gimbal. Dreadlocks juga mereka  praktekkan sebagai pembeda dari  para “baldhead” (sebutan untuk orang  kulit putih berambut pirang), yang  mereka golongkan sebagai kaum  Babylon —istilah untuk penguasa penindas.  Pertengahan tahun 1960-an  perkemahan kelompok Rasta ditutup dan mereka  dipindahkan ke daerah  Kingston , seperti di kota Trench Town dan  Greenwich, tempat dimana  musik reggae lahir pada tahun 1968.
Ketika  musik reggae memasuki arus  besar musik dunia pada akhir tahun 1970-an,  tak pelak lagi sosok Bob  Marley dan rambut gimbalnya menjadi ikon baru  yang dipuja-puja.  Dreadlock dengan segera menjadi sebuah trend baru  dalam tata rambut dan  cenderung lepas dari nilai spiritualitasnya.  Apalagi ketika pada tahun  1990-an, dreadlocks mewarnai penampilan para  musisi rock dan menjadi  bagian dari fashion dunia. Dreadlock yang  biasanya membutuhkan waktu  sekitar lima tahun untuk terbentuk, sejak  saat itu bisa dibuat oleh  salon-salon rambut hanya dalam lima jam!  Aneka gaya dreadlock pun  ditawarkan, termasuk rambut aneka warna dan  “dread perms” alias gaya  dreadlock yang permanen.
Meski cenderung lebih identik dengan fashion, secara mendasar dreadlock tetap menjadi bentuk ungkap semangat anti kekerasan, anti kemapanan dan solidaritas untuk kalangan minoritas tertindas.
Meski cenderung lebih identik dengan fashion, secara mendasar dreadlock tetap menjadi bentuk ungkap semangat anti kekerasan, anti kemapanan dan solidaritas untuk kalangan minoritas tertindas.
> dari berbagai sumber.       
 
ConversionConversion EmoticonEmoticon